TEKNIK PENGUMPULAN DATA, PENGUKURAN DATA, DAN SKALA PENGUKURAN
TEKNIK PENGUMPULAN
DATA, PENGUKURAN DATA, DAN SKALA PENGUKURAN
1.
Teknik
Pengumpulan data
A. Interview
(Wawancara)
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
yang ingin diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada
laporan tentang diri sendiri atau self-report,
atau setidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Sutrisno Hadi
(1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam
menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah sebagai
berikut:
1. Bahwa
subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.
2. Bahwa
apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat
dipercaya
3. Bahwa
interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti
kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun
tidak terstruktur dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon.
1. Wawancara
terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai
teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui
dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam
melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian
berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya pun telah
disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan
yang sama, dan pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini
pula, pengumpulan data dapat menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul
data. Supaya setiap pewawancara mempunyai keterampilan yang sama, maka
diperlukan training kepada calon pewawancara.
Dalam melakukan wawancara, selain
harus membawa instrumen sebagai pedoman
untuk wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti
tape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan
wawancara menjadi lancar. Peneliti bidang pembangunan misalnya, bila akan
melakukan penelitian untuk mengetahui
respon masyarakat terhadap berbagai berbagai pembangunan yang telah diarahkan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka perlu membawa foto-foto atau
brosur tentang berbagai jenis pembangunan yang telah dilakukan. Misalnya
pembangunan gedung sekolah, bendungan untuk pengairan sawah-sawah, pembangunan
pembangkit tenaga listrik dan lain-lain.
Berikut ini diberikan contoh
wawancara terstruktur, tentang tanggapan masyarakat terhadap berbagai pelayanan
pemerintah Kabupaten tertentu yang diberikan kepada masyarakat. Pewawancara
melingkari salah satu jawaban yang diberikan kepada responden.
1. Bagaimanakah
tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan pendidikan di Kabupaten ini?
a. Sangat
bagus
b. Bagus
c. Tidak
bagus
d. Sangat
tidak bagus
2. Bagaimanakah
tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan bidang kesehatan di Kabupaten ini?
a. Sangat
bagus
b. Bagus
c. Tidak
bagus
d. Sangat
tidak bagus
3. Bagaimanakah
tanggapan bapak/Ibu terhadap pelayanan bidang transportasi Kabupaten ini?
a. Sangat
bagus
b. Bagus
c. Tidak
bagus
d. Sangat
tidak bagus
4. Bagaimanakah
tanggapan Bapak/ibu terhadap pelayanan urusan KTP Kabupaten ini?
a. sangat
bagus
b. Bagus
c. Tidak
bagus
d. Sangat
tidak bagus
5. Bagaimanakah
tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan penerangan jalan di Kabupaten ini?
a. Sangat
bagus
b. Bagus
c. Tidak
bagus
d. Sangat
tidak bagus
6. Bagaimanakah
tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan saluran air di Kabupaten ini?
a. Sangat
bagus
b. Bagus
c. Tidak
bagus
d. Sangat
tidak bagus
7. Bagaimanakah
tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan bidang keamanan di Kabupaten ini?
a. Sangat
bagus
b. Bagus
c. Tidak
bagus
d. Sangat
tidak bagus
8. Bagaimanakah
tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan bidang sarana dan prasarana di Kabupaten
ini?
a. Sangat
bagus
b. Bagus
c. Tidak
bagus
d. Sangat
tidak bagus
9. Bagaimanakah
tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan bidang rekreasi di Kabupaten ini?
a. Sangat
bagus
b. Bagus
c. Tidak
bagus
d. Sangat
tidak bagus
10. Bagaimanakah
tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan bidang pelayanan air minum di Kabupaten
ini?
a. Sangat
bagus
b. Bagus
c. Tidak
bagus
d. Sangat
tidak bagus
1.
Wawancara tidak
terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah
wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan dinyatakan.
Contoh
Bagaimanakah
pendapat bapak/Ibu terhadap kebijakan pemerintah tentang impor gula saat ini?
Dan bagaimanakah dampaknya terhadap pedagang
dan petani?
Wawancara tidak terstruktur atau
terbuka, sering digunakan dalam penelitian pendahuluanatau malahan untuk
meneliti yang lebih mendalam tentang
responden. Pada penelitian pendahuluan, peneliti berusaha mendapatkan informasi
awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek, sehingga
peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variabelapa yang harus
diteliti. Untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih lengkap, maka
peneliti perlu melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang mewakili berbagai
kegiatan yang ada dalam obyek. Misalnya akan melakukan penelitian tentang iklim
kerja perusahaan, maka dapat dilakukan wawancara dengan pekerja tingkat bawah,
supervisor, dan manager.
Untuk mendapatkan informasi yang
lebih dalam tentang responden, maka peneliti dapat juga menggunakan wawancara
tidak terstruktur. Misalnya seseorang yang dicurigai sebagai penjahat, maka peneliti
akan melakukan wawancara tidak terstruktur secara mendalam, sampai diperoleh
keterangan bahwa orang tersebut penjahat atau bukan.
Dalam wawancara tidak terstruktur,
peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga
peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden.
Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka
peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah
pada suatu tujuan. Dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggunakan cara “berputar-putar baru
menukik” artinya pada awal wawancara, yang dibicarakan adalah hal-hal yang
tidak terkait dengan tujuan, dan bila sudah terbuka kesempatan untuk menanyakan
sesuatu yang menjadi tujuan, maka segera ditanyakan.
Wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun yang menggunakan
pesawat telepon, akan selalu terjadi kontak pribadi, oleh karean itu
pewawancara perlu memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu
yang tepat kapan dan di mana harus
melaukan wawancara. Pada saat responden sedang sibuk bekerja, sedang mempunyai
masalah berat, sedang mulai istirahat, sedang tidak sehat, atau sedang marah,
maka harus hati-hati dalam melakukan wawancara. Kalau dipaksakan wawancara
dalam kondisi seperti itu, maka akan menghasilkan data yang tidak valid dan
akurat.
Bila responden yang akan diwawancarai telah
ditentukan orangnya, maka sebaiknya sebelum melakukan wawancara, peewawancara
minta waktu terlebih dahulu, kapan, dan di mana bisa melakukan wawancara.
Dengan cara ini, maka suasana wawancara akan lebih baik, sehingga data yang
diperoleh akan lebih lengkap dan valid.
Informasi atau data yang diperoleh dari wawancara
sering bias. Bias adalah menyimpang dari yang seharusnya, sehingga dapat
dinyatakan data tersebut subyektif dan tidak akurat. Kebiasaan data ini akan
tergantung pada pewawancara, yang diwawancarai (responden) dan situasi dan
kondisi pada saat wawancara. Pewawancara yang tidak dalam posisi netral,
misalnya ada maksud tertentu, diberi sponsor akan memberikan interpretasi data
yang berbeda dengan apa yang disampaikan oleh responden. Responden akanmemberi
data yang bias, bila responden tidak dapat menangkap dengan jelas apa yang
ditanyakan peneliti atau pewawancara. Oleh karena itu peneliti jangan memberi
pertanyaan yang bias. Selanjutnya situasi dan kondisi seperti yang juga dikemukakan
di atas, sangat mempengaruhi proses wawancara, yang pada akhirnya juga akan
mempengaruhi validitas data.
B. Kuesioner
(Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau penyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data
yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu
apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu, kuesioner juga cocok
digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas.
Kuesioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat
diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos, atau
internet.
Bila penelitian dilakukan pada lingkup yang tidak
teralu luas, sehingga kuesioner dapat diantarkan langsung dalam waktu tidak
terlalu lama, maka pengiriman angket kepada responden tidak perlu melalui pos.
dengan adanya kontak langsung antara peneliti dengan responden akan menciptakan
suatu kondisi yang cukup baik, sehingga responden dengan sukarela akan
memberikan data obyektif dan cepat.
Uma Sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip
dalam penulisan angket sebagai teknik pengumpulan data, yaitu prinsip
penulisan, pengukuran dan penampilan fisik:
1.
Prinsip penulisan
angket
Prinsip menyangkut beberapa faktor
yaitu: isi dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup
terbuka-negatif positif, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal-hal yang
sudah lupa, pertanyaan tidak mengarahkan, panjang pertanyaan, dan urutan
pertanyaan.
a. Isi
dan tujuan pertanyaan
Yang dimaksud di sini adalah apakah
isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk pengukuran atau bukan? Kalau berbentuk
pengukuran, maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus
skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur variabel yang
diteliti.
b. Bahasa
yang digunakan
Bahasa yang digunakan dalam
penulisan kuesioner (angket) harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa
responden. Kalau sekiranya responden tidak dapat berbahasa Indonesia, maka
angket jangan disusun dengan bahasa Indonesia. Jadi bahasa yang digunakan
ddalam angket harusmemperhatikan jenjang pendididkan responden, keadaan sosial
budaya, dan “frame of reference” dari
responden.
c. Tipe
dan bentuk pertanyaan
Tipe pertanyaan dalam angket dapat
terbuka datau tertutup, (kalau dalam wawancara: terstruktur dan tidak truktur).
Dan bentuknya dapat menggunakan kalimat
positif atau negatif.
Pertanyaan terbuka adalah
pertanyaan yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk
uraian tentang suatu hal. Contoh: Bagaimanakah tanggapan anda terhadap
iklan-iklan di TV saat ini?
Sebaliknya pertanyaan tertutup,
adalah pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih
salah satu alternativef jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia.
Setiap pertanyaan angket yang mengharapkan jawaban terbentuk data nominal,
ordinal, interval, dan rasio, adalah bentuk pertanyaan tertutup.
Pertanyaan tertutup akan membantu
responden untuk menjawab dengan cepat dan juga memudahkan peneliti dalam
melakukan analisis data terhadap seluruh angket yang telah terkumpul.
Pertanyaan/ pernyataan dalam angket perlu dibuat kalimat positif dan negatif
agar responden dalam memberikan jawaban setiap pertanyaan lebih serius dan
tidak mekanistis.
d.
Pertanyaan tidak mendua
Setiap pertanyaan dalam angket
jangan mendua (double-barreled)
sehingga menyulitkan responden untuk memberikan jawaban.
Contoh:
Bagaimana
pendapat anda tentang kualitas dan kecepatan pelayanan KTP?Ini adalah
pernyataan yang mendua, karena menanyakan tentang dua hal sekaligus, yaitu
kualitas dan harga. Sebaiknya pertanyaan tersebut menjadi dua yaitu:
bagaimanakah kualitas pelayanan KTP? Bagaimana kecepatan pelayanan?
e.
Tidak menanyakan yang
sudah lupa
Setiap pertanyaan dalam instrumen
angket, sebaiknya juga tidak menanyakan hal-hal yang sekiranya responden sudah
lupa, atau pertanyaan yang memerlukan
jawaban dengan berfikir berat.
Contoh:
Bagaimanakah
kinerja para penguasa Indonesia 30 tahun yang lalu? Menurut anda, bagaimanakah
cara mengatasi krisis ekonomi saat ini? (kecuali
penelitian yang mengharapkan pendapat para ahli). Kalau misalnya umur responden
baru 25 tahun, dan pendidikannya rendah, maka akan sulit memberikan jawaban.
f.
Pertanyaan tidak
menggiring
Pertanyaan dalam angket juga tidak
menggiring ke jawaban yang baik saja atau ke yang jelek saja. Misalnya,
bagaimanakah kalau bonus atas jasa
pelayanan ditingkatkan? Jawaban responden tentu cenderung akan setuju.
Bagaimanakah prestasi kerja anda selama setahun terakhir? Jawabannya akan
cenderung baik.
g.
Panjang pertanyaan
Pertanyaan dalam angket sebaiknya
tidak terlalu panjang, sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi.
Bila jumlah variabelbanyak, sehingga memerlukan instrumen yang banyak, maka instrumen
tersebut dibuat bervariasi dalam penampilan, model skala pengukuran yang
digunakan dan cara mengisinya. Disarankan empirik jumlah pertanyaan yang
memadai adalah antara 20 s/d 30 pertanyaan.
h.
Urutan pertanyaan
Urutan pertanyaan dalam angket,
dimulai dari yang umum menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang mudah menuju
ke hal yang sulit, atau acak. Hal ini perlu dipertimbangkan karena secara phsikologis
akan mempengaruhi semangat responden untuk menjawab. Kalau pada awalnya sudah
diberi pertanyaan yang sulit, atau spesifik, maka responden akan patah semangat
untuk mengisi angket yang telah mereka terima. Urutan pertanyaan yang diacak
perlu dibuat bila tingkat kematangan responden terhadap masalah yang ditanyakan
sudah tinggi.
i.
Prinsip pengukuran
Angket yang diberikan kepada
responden adalah merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel
yang akan diteliti. Oleh karena itu instrumen angket tersebut harus dapat
digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variabel yang diukur.
Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliabel, maka sebelum instrumen
angket tersebut diberikan kepada responden, maka perlu diuji validitas dan
reliabilitasnya terlebih dahulu. Instrumen yang tidak valid dan reliabel bila
digunakan untuk mengumpulkan data akan menghasilkan data yang tidak valid dan reliabel
pula.
j.
Penampilan fisik angket
Penampilan fisik angket sebagai
alat pengumpul data akan mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam
mengisi angket. Angket yang dibuat di kertas buram, akan mendapat respon yang
kurang menarik bagi responden, bila dibandingkan angket yang dicetak dalam
kertas yang bagus dan berwarna. Tetapi angket yang dicetak di kertas yang bagus
dan berwarna akan menjadi mahal.
C. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpul data mempunyai
ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara
dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang,
maka observasi tidak terbatas pada orang tetapi juga obyek-obyek alam yang
lain.
Sutrisno Hadi (1989) mengemukakan bahwa observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai
proses biologis dan phsikologis. Dua di antara yang terpenting adalah
proses-proses pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan
bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala
alam dan bila responden yang diamat tidak terlalu besar.
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan
menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant
observation , selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka
observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur.
1. Observasi
berperan serta
Dalam observasi ini, peneliti
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan
apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan
observasi partisipan ini maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan
sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
Dalam suatu perusahaan atau
organisasi pemerintah misalnya, peneliti dapat berperan sebagai karyawan, ia
dapat mengamati berbagai perilaku karyawan dalam bekerja, bagaimana semangat
kerjanya, bagaimana hubungan satu karyawan derta karyawan lain, hubungan
karyawan dengan supervisor dan pimpinan, keluhan dalam melaksanakan pekerjaan
dan lain-lain.
2. Obesrvasi
nonparticipant
Kalau dalam observasi partisipan
peneliti terlihat terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang sedang
diamati, maka dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat langsung
dan hanya sebagi pengamat independen. Misalnya dalam suatu Tempat Pemungutan Suara
(TPS), penelitidapat mengamati bagaimana perilaku masyarakat dalam hal
menggunakan hak pilihnya, dalam interaksi dengan panitia dan pemilih lain.
Peneliti mencatat, menganalisis dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan
tentang perilaku masyarakat dalam pemilihan umum. Pengumpulan data denagn observasi
nonpartisipan ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam dan tidak sampai
pada tingkat makna. Makna adalah
nilai-nilai di balik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.
Dalam suatu proses produksi,
peneliti dapat mengamati bagainama mesin-mesin bekerja dalam mengolah bahan
baku, komponen mesin mana yang masih bagus dan yang kurang bagus, bagaimana
kualitas barang yang dihasilkan, dan bagaimana performance tenaga kerja atau
operator mesinnya.
a.
Observasi terstruktur
Observasi terstruktur adalah
observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan
diamati, kapan dan di mana tempatnya. Jadi observasi terstruktur dilakukan
apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel apa yang akan
diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakan instrumenpenelitian telah
teruji validitas dan reliabilitasnya. Pedoman wawancara terstruktur, atau
angket tertutup dapat juga digunakan sebagai pedoman untuk melakukan observasi.
Misalnya peneliti akan melakukan pengukuran terhadap kinerja pegawai yang
bertugas dalam pelayanan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan), maka penelitian dapat
menilai setiap perilaku dan ucapan dengan menggunakan instrumen yang digunakan
untuk mengukur kinerja karyawan tersebut.
b.
Observasi tidak
terstruktur
Observasi tidak terstruktur adalah
observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan
diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang
apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan
instrumenyang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.
Dalam suatu pameran produk industri
dari berbagai negara, peneliti belum tahu pasti apa yang akan diamati. Oleh
karena itu peneliti dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang
tertarik, melakukan analisis dan kemudian dibuat kesimpulan.
2.
Teknik
Pengukuran Data
Teknik
pengukuran data dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1. Tes
Tes
adalah seperangkat rangsangan yang
diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban yang dapat
dijadikan dasar bagi penetapan skor angka. Ada dua jenis tes yang sering
dipergunakan sebagai alat pengukur adalah :
a.
Tes lisan, yaitu berupa
sejumlah pertanyaan yang diajukan secara lisan tentang aspek-aspek yang ingin
diketahui keadaannya dari jawaban yang diberikan secara lisan pula.
b.
Tes tertulis, yaitu berupa
sejumlah pertanyaan yang diajukan secara tertulis tentang aspek-aspek yang
ingin diketahui keadaannya dari jawaban yang diberikan secara tertulis pula.
Tes tertulis dibedakan ke dalam dua bentuk berikut ini :
·
Tes essay yaitu tes yang
menghendaki agar tes memberikan jawaban dalam bentuk uraian atau kalimat yang
disusun sendiri.
·
Tes objektif yaitu suatu
tes yang disususn dimana setiap pertanyaan tes disediakan alternative jawaban
yang dapat dipilih. Tes objektif diberi kedalam beberapa bentuk yaitu tes
betul-salah, tes pilihan ganda, tes menjodohkan, tes melengkapi, dan tes
jawaban singkat.
Tes
buatan sendiri, agar dapat dipergunakan sebagai alat pengukuran perlu
diperhatikan beberapa hal berikut ini :
·
Tes harus valid
Tes
disebut valid apabila tes tersebut benar-benar dapat mengungkapkan aspek yang
diselidiki secara tepat, dengan kata lain harus memiliki tingkat ketepatan yang
tinggi dalam mengungkap aspek-aspek yang hendak diukur.
·
Tes harus reliabel
Tes
dikatakan reliabel apabila tes tersebut mampu memberikan hasil yang relatif
tetap apabila dilakukan secara berulang pada kelompok individu yang sama.
·
Tes harus objektif
Tes
dikatakan objektif apabila dalam memberikan nilai kuantitatif terhadap jawaban,
unsur subjektifitas penilai tidak ikut mempengaruhi.
·
Tes harus bersifat
diagnostik
Tes
bersifat diagnostik apabila tes memiliki daya pembeda dalam arti mampu
memilah-milah individu yang memiliki kemampuan yang tinggi sampai dengan
terendah dalam aspek yang akan diungkap.
·
Tes harus efisien
Tes
yang efisien yaitu tes yang mudah cara membuatnya dan mudah pula penilaiannya.
2.
Daftar inventori
kepribadian
Daftar
ini dimaksudkan untuk mendapatkan ukuran kepribadian dari objek penelitian.
Dalam daftar inventori para subjek diber bermacam-macam pernyataan yang menggambarkan
pola-pola tingkah laku mereka diminta untuk menunjukan apakah tiap-tiap
pernyataan itu merupakan ciri tingkah laku mereka, dengan jalan memberi tanda
cek pada jawaban ya, tidak, atau tidak tahu. Skor dihitung dengan jalan
menunjukkan jawaban yang sesuai dengan sifat yang diukur oleh peneliti.
3.
Teknik proyektif
Teknik
proyektif adalah ukuran yang dilakukan dengan meminta seseorang memberikan
respon kepada suatu stimulus yang bermakna ganda atau yang tak tersusun, teknik
ini disebut proyeksi karena seseorang diharapkan memproyeksikan kebutuhan,
keinginan, ketakutan, kecemasannya sendiri ke dalam stimulus tersebut. Peneliti
kemudian mencoba menyusun suatu gambaran menyeluruh tentang kepribadian orang
tersebut berdasarkan penafsiran dan tanggapan subjek terhadap stimulus. Teknik
proyektif banyak digunakan oleh para ahli ilmu jiwa klinis untuk mempelajari
dan menetapkan diagnose orang yang mendapat gangguan emosional.
3. Skala Pengukuran
Data
Pengukuran merupakan
aturan-aturan pemberian angka untuk berbagai objek sedemikian rupa sehingga
angka ini mewakili kualitas atribut. Terdapat empat jenis skala yang dapat
digunakan untuk mengukur atribut, yaitu: skala nominal, skala ordinal, skala
interval, dan skala ratio.
a. skala nominal
Skala nominal yaitu skala
yang paling sederhana disusun menurut jenis (ktegorinya) atau fungsi bilangan
hanya sebagai symbol untuk membedakan sebuah karakteristik dengan karakteristik
lainnya. Demikian juga, jika dalam suatu penelitian tertentu pria diberikan
kode 1 dan wanita mendapat kode 2, untuk mengetahui jenis kelamin seseorang
adalah melihat apakah orang ini berkode 1 atau 2. Angka-angka tersebut tidak
mewakili hal lain kecuali jenis kelamin seseorang. Wanita, meskipun mendapat
angka yang lebih tinggi, tidak berarti “lebih baik” dibanding pria, atau “lebih
banyak” dari pria.
b. Skala ordinal
Skala ordinal adalah skala
yang didasarkan pada rangking. Diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai
jenjang terendah atau sebaliknya. Disini angka 2 lebih besar dari 1, bahwa angka
3 lebih besar dari 2 maupun 1. Angka 1, 2, 3, adalah berurut, dan semakin besar
angkanya semakin besar propertinya. Contoh, angka 1 untuk mewakili mahasiswa
tahun pertama, 2 untuk tahun kedua, 3 untuk tahun ketiga, dan 4 untuk mahasiswa
senior.
c. Skala interval
Skala interval yaitu skala
yang menunjukkan jarak antara satu data dengan data yang lain dan memiliki
bobot yang sama. Selisih antara 1 dan 2 setara dengan selisih antara 2 dan 3,
selisih antara 2 dan 4 dua kali lebih besar dari selisih antara 1 dan 2.
Contoh :
Standar nilai mahasiswa
untuk mencapai IP:
Huruf A = 4, B = 3, C = 2, D
= 1, dan E = 0
Nilai intervalnya:
A dengan B : 4 – 3 = 1
B dengan D : 3 – 1 = 2
A dengan D : 4 – 1 = 3. Dan
seterusnya.
d. Skala ratio
Skala ratio yaitu skala
pengukuran yang memiliki nilai nol mutlak dan mempunyai jarak yang sama. Tinggi
dan berat adalah dua contoh nyata disini. Seseorang yang memiliki berat 100 kg
boleh dikatakan dua kali lebih berat dibandingkan seseorang yang memiliki berat
50 kg, dan seseorang yang memiliki berat 150 kg tiga kali lebih berat
dibandingkan seseorang yang beratnya 50 kg.
Daftar Pustaka
Margono, S. 2010. “Metodologi Penelitian Pendidikan”.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiono,
2016. “Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D”. Bandung: Alfabeta.
Riduwan,
t,t. “Pengantar Statistika Sosial”.
Bandung: Alfabeta.
Semoga Bermanfaat
ReplyDeleteTerima kasih
ReplyDeleteKeren
ReplyDelete