KONSEP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A.  Konsep Anak Berkebutuhan Khusus
1.    Definisi anak berkebutuhan khusus
Secara historis istilah untuk menyebutkan anak berkebutuhan khusus (ABK) mengalami perubahan beberapa kali sesuai paradigma yang diyakini pada saat itu. Perubahan yang dimaksud dimulai dari anak cacat, anak tuna, anak berkekurangan, anak luar biasa atau anak berlainan sampai anak berkebutuhan khusus. Klirk (1986:5) mengemukakan bahwa kekeliruan orang dalam memahami anak-anak ini akan berdampak kepada bagaimana ia melakukan pendidikan bagi mereka.
Di Indonesia penggunaan istilah tersebut baru diundangkan secara khusus pada tahun 1950 melalui Undang Undang Nomor 4, kemudian disusul dengan Undang Undang Nomor 12 tahun 1954.
Istilah yang digunakan di Indonesia saat ini adalah anak berkebutuhan khusus sebagai terjemahan dari istilah ”Children with Special needs”. Istilah ini muncul sebagai akibat adanya perubahan cara pandang masyarakat terhadap anak luar biasa ( Exceptional Children) . Pandangan ini baru meyakini bahwa semua anak luar biasa mempunyai hak yang sama dengan manusia pada umumnya. Oleh karena itu, semua anak luar biasa baik yang berat maupun yang ringan harus dididik bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya di tempat yang sama. Dengan perkataan lain anak-anak luar biasa tidak boleh ditolak untuk belajar di sekolah umum yang mereka inginkan. System pendidikan seperti inilah yang disebut dengan pendidikan inklusif. Dalam system pendidikan seperti ini digunakan istilah anak berkebutuhan khusus untuk menggantikan istilah anak luar biasa yang mengandung makna bahwa setiap anak mempunyai kebutuhan khusus baik yang permanen maupun yang tidak permanen.
Anak berkebutuhan khusus yang dimaksud di sini adalah anak yang mengalami penyimpangan sedimikian rupa dari anak normal baik dalam karakteristik mental, fisik, social, emosi, ataupun kombinasi dari hal-hal tersebut sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus supaya dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin. Meskipun anak berkebutuhan khusus itu berdiferensiasi, namun pada dasarnya mereka juga memiliki karakteristik yang relative sama diantaranya dalam hal perkembangan intelektual, sosialisasi, stabilitas emosi, dan komunikasi.

Dalam segi perkembangan intelektual, rata-rata semua jenis anak berkebutuhan khusus terhambat bahkan ada yang terhambat sekali. Hal ini tergantung tingkat intensitas kelainannya dan derajat kedalaman pengalaman yang diberikan kepadanya.
Dalam segi sosialisasi, pada umumnya mereka mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, meskipun di balik itu mengalami kemudahan dalam menyesuaikan dengan sesama anak berkebutuhan khusus yang sama kelainannya. Kesulitan menyesuaikan diri dapat terjadi karena adanya rasa rendah diri yang disebabkan adanya kelainan ataupun keterbatasan dalam kesanggupan menyesuaikan diri.
Dari stabilitas emosi, nampak pada umumnya emosi kurang stabil, mudah putus asa, tersinggung, konflik diri dsb. Hal ini muncul diduga karena keterbatasannya di dalam gerak, wawasan dan mengendalikan diri.
Dari segi komunikasi, mengalami hambatan terutama bagi mereka yang mempunyai kelainan cukup berat, meskipun terbantu dengan kemampuan-kemampuan lainnya, misalnya yang mengalami gangguan penglihatan dapat diatasi dengan pendengaran atau perabaan, gangguan pendengaran dapat diatasi dengan penglihatan dsb.
           

2.    Jenis Anak Berkebutuhan Khusus
  1. Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang mengalami gangguan dalam indra pendengaran. Karena memiliki gangguan dalam pendengaran, individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat.
Ciri-ciri tunarungu :
- kemampuan bahasanya terlambat
- tidak bisa mendengar
- lebih sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
- perkataan yang diucapkan tidak begitu jelas.
  1. Tunanetra
    Tunanetra adalah individu yang mengalami gangguan pada indra penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan, maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran.
    Tunanetra dibagi 2 kelompok :
a.              Buta total : tidak dapat melihat dua jari di mukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya yang lumayan dapat digunakan untuk orientasi mobilitas.
b.              Low vision (kurang penglihatan) : mereka yang bila melihat sesuatu harus didekatkan atau dijauhkan dari objek yang dilihatnya, atau mereka yang mimiliki pemandangan kabur ketika melihat objek.
Klasifikasi anak tunanetra :
a.         Myopia : penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina.
b.         Hyperopia : penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina.
c.          Astigmatisme : penyimpanan atau penglihatan kabur yang disebabkan ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata, sehingga bayangan benda, baik pada jarak dekat maupun jauh, tidak terfokus jatuh pada retina atau menggunakan kacamata koreksi dengan lensa silinder.
  1. Tundaksa
    Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.
    Ciri-ciri tunadaksa :
    - anggota gerak tubuh tidak bisa digerakkan/lemah/kaku/lumpuh
    - setiap bergerak mengalami kesulitan
    - tidak meiliki anggota gerak lengkap
    - tidak dapat tenang
    - terdapat anggota gerak yang tidak sama dengan keadaan normal pada umumnya.
  1. Tunagrahita 
    Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
    Ciri-ciri tunagrahita :
    - penampilan fisik tidak seimbang
    - pada masa pertumbuhannya dia tidak mampu mengurus dirinya
    - terlambat dalam perkembangan bicara dan bahasa
    - cuek terhadap lingkungan, dll.
  2. Tunalaras
    Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
    Ciri-ciri tunalaras :
    - berani melanggar aturan yang berlaku,
    - mudah emosi,
    - suka melakukan tindakan yang agresif
  3. Kesulitan Belajar
    Kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan.
  4. Autis
    Autis adalah suatu kondisi mengenai seseorang yang didapatkannya sejak lahir atau masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat berhubungan sosial atau komikasi secara normal. Secara Neurologis atau berhubugan dengan sistem persarafan. Autis dapat diartikan sebagai anak yang mengalami hembatan perkembangan otak, terutama pada area bahasa, sosial dan fantasi.
B.     Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus di SD
1.     Pelayanan Segregasi
     Bentuk Layanan Menurut Hallahan dan Kauffman (1991) bentuk penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ada berbagai pilihan, yaitu:
a.       Reguler Class Only (Kelas biasa dengan guru biasa)
b.      Reguler Class with Consultation (Kelas biasa dengan konsultan guru PLB)
c.       Itinerant Teacher (Kelas biasa dengan guru kunjung)
d.      Resource Teacher (Guru sumber, yaitu kelas biasa dengan guru biasa, namun dalam beberapa kesempatan anak berada di ruang sumber dengan guru sumber)
e.       Pusat Diagnostik-Prescriptif
f.       Hospital or Homebound Instruction (Pendidikan di rumah atau di rumah sakit, yakni kondisi anak yang memungkinkan belum masuk ke sekolah biasa)
g.      Self-contained Class (Kelas khusus di sekolah biasa bersama guru PLB)
h.      Special Day School (Sekolah luar biasa tanpa asrama)
i.        Residential School (Sekolah luar biasa berasrama)
Bentuk Layanan Pendidikan Segregrasi Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menangah Atas Luar Biasa.
Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem pendidikan yang paling tua. Pada awal pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena adanya kekhawatiran atau keraguan terhadap kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal. Selain itu, adanya kelainan fungsi tertentu pada anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Misalnya, untuk anak tunanetra, mereka memerlukan layanan khusus berupa braille, orientasi mobilitas. Anak tunarungu memerlukan komunikasi total, binapersepsi bunyi; anak tunadaksa memerlukan layanan mobilisasi dan aksesibilitas, dan layanan terapi untuk mendukung fungsi fisiknya. Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu:
1.        Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan kelainan yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Selain, ada SLB yang hanya mendidik satu kelainan saja, ada pula SLB yang mendidik lebih dari satu kelainan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu dan tunagrahita; SLB-ABCD, yaitu SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Hal ini terjadi karena jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.
2.        Sekolah Luar Biasa Berasrama
Merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannyapun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk anak tunanetra, SLB- B untuk anak tunarungu, SLB-C untuk anak tunagrahita, SLB-D untuk anak tunadaksa, dan SLB-E untuk anak tunalaras, serta SLB-AB untuk anak tunanetra dan tunarungu. Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.
3.        Kelas jauh/Kelas Kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Pengelenggaraan kelasjauh/kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar. Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan sekolah-sekolah yang khusus mendidik mereka masih sangat terbatas di kota/kabupaten. Oleh karena itu, dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung ini diharapkan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus semakin luas. Dalam penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher). Kegiatan administrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut.
4.        Sekolah Dasar Luar Biasa
Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus, pemerintah mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Di SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap.
2.    Pelayanan Integrasi
Istilah integrasi sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu integrate dalam buku The Contemprorary English–Indonesian Dictionary (Peter Salim, 2005), istilah integrate integrated, integrating, integrates diterjemahkan menjadi menggabungkan, menyatupadukan, mengintegrasikan, sedangkan integrated (adj) diterjemahkan menjadi dapat bergaul dengan orang dari berbagai suku dengan dasar yang sama terpadu. Sub Direktorat PSLB (1992:3) memaknai pendidikan integrasi sebagai pendidikan yang menempatkan anak-anak berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan anak normal dalam satu kelas.
Mulyono Abdurahman (1996:100) memaknai pendidikan integrasi sebagai pendidikan yang berupaya mengoptimalkan fungsi kognitif, afektif, fisik dan intuitif secara terintegrasi. S.A. Bratanata (1974) mengemukakan bahwa pendidikan integrasi adalah pendidikan bagi anak-anak berkelainan yang diterima bersama-sama dengan anak normal dan diselenggarakan di sekolah biasa.Unicef information mengemukakan bahwa “An innovative programme in Indonesia called “Sekolah Integrasi” or integrated school, is managing on small but growing scale to introduce blind children in to ordinary primary schools and give them change of normal education” (Darodjat Natanegara,1980). Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa di Indonesia terdapat inovasi program pendidikan yang dikenal dengan “sekolah integrasi” atau sekolah integrasi yang sedang dirintis pada sebuah daerah kecil tetapi berkembang dengan baik. Tujuan program ini adalah untuk memasukkan anak-anak tunanetra ke sekolah-sekolah dasar biasa dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti pendidikan biasa atau pendidikan untuk anak-anak normal. Sedangkan Dwidjosumarto (1996:68) mengungkapkan bahwa system pendidikan integrasi adalah system pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak luar biasa belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum.
3.    Pelayanan Inklusi.
      Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya untuk belajar. Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah,2007;82), pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi terpencil atau berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas, linguistik, atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termajinalisasi. Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah regular ( SD, SMP, SMU, dan SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun berkesulitan belajar lainnya. (Lay Kekeh Marthan,2007:145)
            Adapun perbedaan antara integrasi dan inklusi adalah sebagai berikut:
a.       Sekolah Terintegrasi Integrasi (Terpadu) yaitu sekolah reguler (Sekolah untuk anak-anak normal) yang menerima ABK dengan kurikulum dan sistem pendidikan reguler/biasa.
b.      Sekolah Inklusif yaitu sekolah reguler yang menerimaa ABK dengan kurikulum dan sistem pendidikan sesuai dengan jenis kelainannya.
Falsafah Pendidikan Inklusif
  1. Pendidikan untuk semua – Setiap anak berhak untuk mengakses dan mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak.
  2. Belajar hidup bersama dan bersosialisasi – Setiap anak berhak untuk mendapatkan perhatian yang sama sebagai peserta didik.
  3. Integrasi pada lingkungan – Setiap anak berhak menyatu dengan lingkungannya dan menjalin kehidupan sosial yang harmonis.
  4. Penerimaan terhadap perbedaan – Setiap anak berhak dipandang sama dan tidak mendapatkan diskriminasi dalam pendidikan.

Comments

Post a Comment

iklan

Popular posts from this blog

Pendidikan Kewarganegaraan (UAS)

TEKNIK PENGUMPULAN DATA, PENGUKURAN DATA, DAN SKALA PENGUKURAN

[Review] Acnol Lotion For Acne